RADARTVNEWS.COM - Lagu “Sanes” dari Guyon Waton kembali membuktikan bahwa musik bisa menjadi cermin kehidupan. Dengan balutan lirik berbahasa Jawa yang sederhana namun dalam, lagu ini menyajikan kisah cinta yang kerap dialami banyak orang: mencintai dengan tulus, menemani dalam susah, tapi akhirnya tidak pernah menjadi pilihan utama.
Di awal lagu, kita langsung disuguhi penggalan lirik yang penuh rasa: “Opo koe ra ngerti larane, nalika pas aku kelangan koe”. Kalimat ini begitu relate dengan perasaan siapa saja yang pernah ditinggalkan, padahal sudah memberikan segalanya. Rasanya, apa yang kita lakukan tidak pernah cukup untuk membuat dia bertahan.
Bagian lain, “Ngancani nanging ora iso nduweni, ngenteni nanging koe malah ngenteni tresno liyane”, semakin menegaskan pahitnya situasi ini. Betapa sering dalam kehidupan nyata seseorang menjadi “tempat singgah” sementara, hanya dimanfaatkan untuk menemani sepi, namun ketika hati itu sudah pulih, dia justru pergi memilih orang lain. Fenomena seperti ini bukan hanya ada di lagu, melainkan kerap benar-benar terjadi di dunia nyata.
BACA JUGA:Indonesia Luncurkan Satelit Komunikasi Terbesar di Asia Tenggara, Habiskan Rp7 Triliun
Lagu “Sanes” menggambarkan luka yang dalam, mencintai dengan sepenuh hati, namun ternyata hati pasangan “dudu nggo aku”. Realita pahit bahwa sebesar apa pun cinta yang diberikan, tidak akan berarti jika ternyata bukan kita yang diinginkan. Inilah yang membuat lagu ini begitu mengena, karena banyak orang yang bisa bercermin dari pengalaman serupa.
Di tengah kisah patah hati itu, ada bagian yang menyiratkan betapa sulitnya mengikhlaskan “Nyatane sak singkat-singkate ceritane, ngelalekne tetep ora gampang”. Betul sekali, melupakan seseorang bukan perkara waktu singkat. Apalagi jika kita sudah menaruh hati begitu dalam, prosesnya bisa terasa lama, penuh air mata, dan tidak jarang membuat seseorang kehilangan arah.
Guyon Waton pun menghadirkan simbol alam untuk menggambarkan perasaan ini “Udane soyo deres ra mandek-mandek, atiku melu teles pas udane teko koe lungo”. Hujan yang deras diibaratkan sebagai tangis hati yang tak terbendung, seolah dunia ikut berduka bersama penderitaan cinta. Simbol ini sederhana tapi kuat, dan sangat bisa dirasakan oleh siapa pun yang sedang patah hati.
Menariknya, meskipun penuh kesedihan, lagu ini tidak terdengar berlebihan. Justru ada keindahan tersendiri dalam kesederhanaannya. Guyon Waton seolah ingin mengatakan bahwa patah hati adalah bagian alami dari hidup. Tidak semua cinta harus dimiliki, tidak semua rasa harus berbalas. Ada kalanya kita hanya bisa menemani, memberi yang terbaik, lalu merelakan.
Lagu “Sanes” akhirnya menjadi pengingat bahwa dalam cinta, tidak semua hal berjalan sesuai harapan. Kadang, sebesar apa pun usaha kita, jika memang bukan kita yang dipilih, maka hasilnya tetap sama: harus merelakan. Tapi di situlah letak keindahan hidup dari luka, kita belajar arti kesabaran dan keikhlasan.
Dengan balutan musik khas dan lirik yang apa adanya, “Sanes” berhasil menyentuh hati banyak orang. Lagu ini bukan hanya hiburan, tapi juga refleksi kehidupan nyata yang dialami banyak orang: bahwa mencintai tidak selalu berarti memiliki, dan terkadang cinta sejati harus diwujudkan dalam bentuk merelakan.
BACA JUGA:Indonesia Luncurkan Satelit Komunikasi Terbesar di Asia Tenggara, Habiskan Rp7 Triliun