Mengenal Fenomena Satisficer: Ketika Cukup Sudah Memuaskan

Senin 04-08-2025,20:09 WIB
Reporter : MG - 17 Dwi Ahmad Prasetyo
Editor : Jefri Ardi

Sebaliknya, maximizer selalu mencari pilihan terbaik. Mereka meneliti semua kemungkinan, membandingkan setiap opsi, dan sering kali merasa khawatir telah membuat pilihan yang salah. Akibatnya, maximizer lebih rentan mengalami stres, kecemasan, dan penyesalan pascakeputusan. Meskipun maksud maximizer terlihat ideal—mencari hasil terbaik—dalam praktiknya, terlalu banyak pilihan dapat membuat proses pengambilan keputusan menjadi melelahkan secara mental.

Apakah Satisficer Selalu Lebih Baik?

Tidak selalu. Dalam beberapa situasi penting, seperti memilih investasi atau mengambil keputusan medis, pendekatan maximizer bisa lebih bijak karena mempertimbangkan segala aspek secara menyeluruh. Namun dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan keputusan kecil, menjadi satisficer sering kali lebih sehat secara emosional.

Fenomena satisficer menunjukkan bahwa kadang cukup bisa lebih baik daripada sempurna. Di era yang penuh pilihan, memiliki mentalitas satisficer bisa menjadi strategi hidup yang efisien dan membahagiakan. Daripada terjebak dalam pencarian tak berujung atas yang terbaik, belajar merasa cukup justru dapat memberi ketenangan dan kepuasan yang lebih nyata.

Kategori :