Warga ini menerangkan bahwa permasalah itu sebenarnya merupakan hal yang sepele. Pihak pengembang cukup memasang penghalau debu dengan tembok atau seng yang tinggi. Bukan ala kadarnya seperti jaring yang terpasang saat ini. Itu juga yang menjadi tuntutan warga.
Sayangnya, permintaan mereka tidak diindahkan. Sehingga memicu emosi warga dan membuat permasalahan itu semakin jelas.
“Sepele sebenarnya kan. Tapi ya gimana, mereka gak peduli, kita gak dianggap mas,” terangnya.
Amarah warga makin memuncak manakala ada permintaan dari kantor desa untuk mengalah dengan berdiskusi ke kantor desa. Sementara warga inginnya kepala desa langsung lah yang turun dan melihat keadaan supaya dicarikan solusi.
“Selama ini kan cuma RT sama Kadus aja yang ke sini. Kadesnya ke mana?,” tegasnya.
Terakhir, jelas warga ini, Sekretaris Desa bernama Erpandi menghubungi salah seorang warga. Dalam percakapan melalui ponsel itu, terungkap bahwa kades bersikeras enggan turun ke lokasi.
“Bayangin bang, malah kita yang disuruh mengalah ke kantor desa karena sekdes bilang kalau karakter kades ini agak keras kepala,” ungkapnya.
“Jadi apa gunanya kades itu jadi pejabat publik kalau urusan begini aja malah kita yang di suruh ngalah. Haram bener kah tanah warga ini sampe dia gak mau dateng,” lanjutnya.
Padahal, kata sumber ini, permintaan warga sangat sederhana. Buat penghalau debu yang cukup agar mereka terlindungi.
“Kalau tidak ya kita minta pembangunan diberhentikan. Kita ini ya seneng kalo rame, tapi kan gak mengorbankan warga juga saat proses pembangunannya,” tegasnya.
Warga ini menegaskan bahwa mereka sepakat tidak akan menghadiri undangan diskusi di balai desa. Sebab, mereka sudah cukup bersabar menghadapi pengembang dan aparat desa dengan menyuarakan aspirasi secara baik.
“Kita sudah cukup sabar dan mengalah,” jelasnya.
Mereka tetap pada tuntutannya yakni meratakan posisi tanah kedua perumahan, menambah ketinggian penghalau debu. Kemudian melakukan penyiraman secara rutin di atas penimbunan tanah serta jangka panjangnya yakni memperbaiki drainase sebagai antisipasi banjir dan memperbaiki jalan akses ke perumahan. Mengkonfirmasi hal tersebut, baik Puji selaku Kepala Desa, Erpandi selaku Sekdes dan Heri Ilhamsyah dari pihak pengembang belum dapat dikonfirmasi.
Ketiganya kompak tidak merespon pesan singkat maupun panggilan telpon dari radarlampung.
Nomor sekdes dan pengembang diketahui dalam keadaan aktif. Sementara nomor kontak kepala desa statusnya tidak aktif. Pantauan radarlampung di lapangan, timbunan tanah itu memang terlihat lebih tinggi dibanding perumahan Griya Langgar Asri.
Sekalipun tak ada pekerjaan alat berat, debu-debu tanah itu tetap beterbangan ke arah pemukiman warga. Debu itu dapat dengan cepat mengotori lantai dengan ketebalan yang cukup meresahkan. Tanah itu, diambil dari urukan gunung langgar yang lokasinya hanya sangat berdekatan dengan perumahan. Itu juga dibearkan oleh salah seorang warga, dimana setiap harinya alat berat beriperasi menguruk gunung langgar untuk timbunan pembangunan perumahan baru.