Gino Vanollie, salah satu peserta diskusi menambahkan bahwa isu ini harus terus diangkat untuk mendesak gubernur selaku Pemegang Pemerintahan Pusat Daerah Lampung, untuk meningkatkan intensinya terhadap problem bahasa Lampung.
“Suara-suara (diskusi) ini harus lebih intens, kampus maupun mahasiswa dalam hal ini harus berani bersuara. Kalo gubernur punya intensi yang cukup, saya pikir kan bupati akan mengikuti, camat juga, sampe pada level desa”, ucapnya.
Selanjutnya Ari menambahkan, ada banyak cara yang bisa kita lakukan, misalnya dari aspek ekonomi seperti yang terjadi pada Bahasa Inggris.
“Bayangkan jika pemerintah lampung membuat aturan untuk mewajibkan setiap orang yang ingin melamar pekerjaan baik negeri maupun swasta, untuk punya kemampuan berbahasa Lampung.
Semacam syarat TOEFL. pastilah orang-orang akan berbondong-bondong belajar Bahasa Lampung karena tuntutan ini.”
Para peserta kemudian menanggapi serta memberikan pertanyaan hingga diskusi usai pada pukul 23.00. Diakhir acara, Novian Pratama selaku ketua pelaksana kegiatan berharap semoga buah diskusi ini bisa kita petik dan ada tindakan lanjut secara individu maupun kolaboratif.
“Di ruang ini kita menyatukan persepsi dan pemikiran, tapi sikap apa yang akan diambil selanjutnya itu kembali ke diri masing-masing. Yang pasti kita harus tetap optimis membuat kebudayaan di Lampung membaik. Kita lakukan apa yang paling mungkin dilakukan. Misalnya seperti Majelis 27an ini, yang akan kita gelar kembali di bulan mendatang.” Pungkas Ari Pahala.(*)