OPINI : Pemenang Ketahuan Sebelum Coblosan

Selasa 30-01-2024,04:30 WIB
Reporter : jto
Editor : Hendarto Setiawan

Oleh: Joko Intarto

------

Penggalan sejarah ini tidak bermanfaat bagi Anda yang usianya sebaya dengan saya: 50+. Tapi pasti berguna bagi anak-anak muda yang belum pernah mengalami masa Orde Baru dan Orde Reformasi. ‘’Jasmerah!’’ Kata Bung Karno: Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah!

------

Generasi Y yang lahir antara tahun 2000 – 2010 pasti tidak bisa membayangkan dengan utuh: Bagaimana situasi politik di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Mereka baru lahir setahun setelah Orde Baru tumbang oleh people power yang dikenal dengan sebutan Gerakan Reformasi 1998. Apalagi generasi Z yang lahir mulai 2010. 

Memang banyak rekaman video kerusuhan yang terjadi pada 1998 di Youtube. Tetapi kualitas gambarnya relatif buruk. Keahlian menggunakan kamera juga belum sekelas para Youtuber yang mulai ngetop lima tahun belakangan ini. Kerusuhan 1998 hanyalah salah satu fragmen yang berujung pada runtuhnya Orde Baru setelah berkuasa 32 tahun.

Tulisan saya pun tidak bisa menggambarkan dengan lengkap. Saya hanya bisa menulis fragmen kecil, yang saya alami saja. Maka lebih tepat kalau tulisan ini disebut catatan perjalanan seorang wartawan berseting Sejarah.

Tulisan ini akan saya mulai dari masa lalu: Balik ke zaman setengah abad yang silam.

****

Ketika Pak Harto diangkat sebagai presiden kedua menggantikan proklamator Soekarno, saya baru lahir, di sebuah desa 5 Km dari ibukota Kabupaten Grobogan: Purwodadi. Wilayah ini berbatasan dengan Semarang, Demak, Kudus, Pati, Blora, Sragen, Surakarta, Boyolali dan Salatiga.

Grobogan merupakan salah satu ‘’daerah tua’’ di Jawa Tengah yang menyimpan banyak catatan sejarah. Ki Ageng Selo, buyut Sultan Agung pendiri Kerajaan Mataram Islam berasal dari Grobogan. Makamnya berlokasi di Desa Selo, Kecamatan Tawang Harjo, 20 Km dari rumah Mbah Kakung saya.

Periode tahun kelahiran saya konon menjadi tahun yang sangat sulit dalam perjalanan Republik ini. Mayoritas rakyat di desa hidup di bawah garis kemiskinan karena selama beberapa tahun terlibat perang saudara: Antara rakyat yang pro Republik berhadapan dengan rakyat yang pro komunis. 

Secara kebetulan, Grobogan merupakan daerah ‘’merah’’. Istilah itu merujuk pada daerah yang memiliki anggota Partai Komunis Indonesia dalam jumlah besar. Beberapa wilayah yang juga disebut daerah merah adalah Blora, Sragen, Surakarta dan Boyolali. Kawasan-kawasan itu dikenal sebagai kawasan miskin dengan bertetangga dengan Grobogan yang dipisahkan oleh hutan jati.

Saya mengenal dunia politik hanya dari pengalaman hidup. Lima tahun sekali saya melihat kesibukan warga desa mengikuti ‘’coblosan’’ di tempat pemungutan suara tidak jauh dari rumah Mbah Kakung. Warga disuruh mencoblos satu dari tiga gambar partai:

Nomor 1: Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Logonya berlatar belakang hijau dengan gambar kabah berkelir hitam. PPP yang sekarang masih eksis itu, adalah partai yang berdiri pada zaman Order Baru. PPP diposisikan sebagai saluran aspirasi politik rakyat Indonesia yang beragaman Islam.

Kategori :