Bencana Ekologis: 11 Juta Hektare Hutan Primer Hilang, Indonesia Jadi Sorotan Dunia
Hutan gundul--Dok. National Geography Indonesia
RADARTVNEWS.COM - Indonesia menghadapi sorotan tajam dari komunitas lingkungan global setelah data terbaru dari Global Forest Watch (GFW) menunjukkan angka kehilangan hutan tropis primer yang masif.
Dalam rentang waktu dua dekade terakhir, yaitu dari tahun 2002 hingga 2024, Indonesia telah kehilangan sekitar 11 juta hektare hutan primer basah. Angka fantastis ini menempatkan Indonesia pada salah satu peringkat teratas di dunia sebagai negara dengan tingkat kehilangan hutan tropis terbesar.
Data GFW, yang dikembangkan oleh World Resources Institute (WRI), mengonfirmasi bahwa kehilangan tutupan hutan primer sebesar 11 Mha tersebut setara dengan luasan yang menyumbang 34% dari total kehilangan tutupan pohon Indonesia secara keseluruhan dalam periode yang sama. Hilangnya area yang luas ini dikhawatirkan mengancam masa depan lingkungan dan ketahanan bencana Indonesia.
Meskipun laporan GFW mencatat tren penurunan kehilangan hutan primer secara historis pada tahun-tahun tertentu, data kumulatif yang tinggi ini menjadi alarm keras, terutama di tengah bencana banjir dan tanah longsor yang kini melanda Sumatera (Aceh, Sumut, Sumbar). Kerusakan historis ini dipercayai banyak pihak sebagai penyebab utama tingginya daya rusak bencana hidrometeorologi saat ini.
Salah satu dampak ekologis paling signifikan adalah melemahnya kemampuan hutan sebagai "paru-paru bumi". Hutan primer adalah penyerap karbon alami terbesar; ketika hutan hilang, karbon yang tersimpan dilepaskan ke atmosfer, menjadikan Indonesia salah satu kontributor emisi karbon terbesar di dunia dari sektor deforestasi. Hal ini secara langsung mempercepat pemanasan global.
BACA JUGA:Bukan Hanya Curah Hujan, Presiden Prabowo Soroti Pembabatan Hutan sebagai Akar Bencana Sumatera
BACA JUGA:Pemerintah Soroti Dugaan Illegal Logging di Tengah Banjir Besar Aceh–Sumut
Di tingkat lokal, hilangnya jutaan hektare hutan merupakan tragedi keanekaragaman hayati. Hutan primer Sumatera dan Kalimantan adalah rumah bagi spesies endemik yang terancam punah seperti orangutan dan Harimau Sumatera. Kerusakan habitat dalam skala ini meningkatkan risiko kepunahan dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Secara hidrologi, hutan berfungsi sebagai spons raksasa yang menahan air hujan dan melindungi tanah dari erosi. Hilangnya tutupan pohon menyebabkan tanah tidak memiliki penyangga, sehingga air hujan langsung meluncur ke dataran rendah, memicu banjir bandang yang masif dan memperbesar risiko tanah longsor.
Meski Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memiliki statistik deforestasi yang berbeda (disebabkan oleh definisi GFW yang memasukkan konversi hutan sekunder dan tutupan lahan lainnya), perhatian terhadap tingginya angka kehilangan tutupan pohon secara total tetap menjadi isu krusial.
Secara regional, meskipun Kalimantan dan Riau (Sumatera) secara historis tercatat sebagai wilayah dengan kehilangan tutupan pohon tertinggi, laporan GFW terbaru menyoroti bahwa beberapa provinsi di Sumatera, seperti Aceh, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, masih mengalami peningkatan tingkat kehilangan hutan, menambah kerentanan wilayah tersebut terhadap bencana.
Melihat fakta ini, tuntutan untuk aksi konservasi dan restorasi ekosistem menjadi semakin mendesak. Hilangnya hutan tidak hanya soal hilangnya pepohonan, tetapi hilangnya benteng alam yang selama ini menjaga keselamatan ekosistem dan masyarakat dari bencana.
Data kumulatif GFW ini menjadi penguat pernyataan yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto sebelumnya, yang menyinggung pembabatan hutan sebagai pemicu bencana Sumatera. Hal ini menekankan bahwa pemulihan lingkungan harus menjadi prioritas utama penanganan bencana jangka panjang Indonesia.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
