Membangun Kesalehan Sosial Lewat Budaya Persaudaraan Islam
Ilustrasi-(Foto : pexels-alena-darmel)-
RADARTV - Persaudaraan dalam Islam dikenal dengan istilah Ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah dalam Islam memiliki makna yang tidak sederhana. Ia bisa saja dimaknai persaudaraan, atau bersaudara.
Ukhuwah berasal dari akar kata Akh dengan arti teman akrab atau sahabat.
Bentuk jamak dari Akh dalam Alqur’an ada dua macam. Pertama, Ikhwan yang biasanya digunakan untuk persaudaraan dalam arti tidak sekandung.
Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali, sebagian digandengkan dengan kata Al-din (At-Taubah: 11 ) dan sebagian yang lain tanpa al-din, seperti dalam surat Al-Baqarah 220.
Kedua, adalah ikhwah yang terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 7 kali. Keseluruhannya digunakan dalam makna persaudaraan seketurunan kecuali satu ayat Innamal Mu’minuna Ikhwah (Al-Hujarat : 10).
Ukhuwah pada mulanya berarti “persamaan dan keserasian dalam banyak hal”.
Ada persamaan dari satu keturunan maka dua orang yang berbeda disebut bersaudara, juga sebab ada persamaan dalam sifat-sifat mengakibatkan persaudaraan. Dalam surat Al-Hujarat menggunakan kata Ikhwat bagi persaudaraan antar iman/Islam.
Surat itu mengemukakan bahwa antar orang yang beriman memiliki kesamaan, karena itu dianggap (atau selayaknya) bersaudara. Sebagai konsekuensi dari persaudaraan itu adalah melakukan “ishlah antar sesama saudara”.
Kata Ishlah secara harfiah bisa diartikan sebagai “mendamaikan antara dua orang (atau lebih) yang berselisih”.
Ukhuwah dalam Islam memiliki makna yang tidak sederhana. Ia tidak semata-mata mengandalkan kenyataan adanya Persekutuan diantara sesame nanusia tetapi sekaligus mencerminkan ekspesi ketahanan secara transsendental.
Namun setelah wafatnya Rasulullah Muhammad Solalahu Alihi Wasallam Masalah persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyah) muncul sebagai persoalan pelik bagi umat Islam. “Terlebih setelah munculnya tiga fitnah al-qubra. Yaitu terbunuhnya Khalifah Utsman Bin Affan, peperangan Ali versus Aisyah, dan peperangan Ali versus Mu’awiyah.
Persoalan Ukhuwah kemudian berubah menjadi persoalan politik yang semakin sulit diselesaikan. Kini umat Islam Tengah menuai buah Sejarah itu dalam sekat-sekat yang “terkotak-kotak”. Komunitas mikro yang tersekat pentingan. Bahkan pada tingkat yang paling buruk politik bisa menggiring umat kedalam Lembah konflik yang sangat berseberangan dengan prinsip Ukhuwah. Walaupun pada sisi lain politik juga mampu mempersatukan Ukhuwah jika diajarkan sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW.
Semenjak itu urusan politik menjadi dominan dan masalah keagamaan terpilah oleh sejumlah kepentingan politik tersebut. Rumah solidaritas yang hanya terbangun dalam semangat syiah dan Sunni, hingga saat ini masih memperlihatkan gejala yang sulit dipertemukan.
Ada juga suatu saat umat Islam bersatu dalam satu kesatuan politik, dibawah dinasti Umayyah, Abbasiyah atau Utsmaniyyah. Namun kondisi itu pun tinggal kenangan. Suasana kebersamaan itu tinggal menyisakan ceritanya yang tertulis dalam sejarah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: https://www.merdeka.com/quran/at-taubah/ayat-18