Dipukul dan Kamera Dirampas, Jurnalis Televisi Nasional Lapor Polisi

Dipukul dan Kamera Dirampas, Jurnalis Televisi Nasional Lapor Polisi

Radartvnews.com- Kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di Provinsi Lampung. Kali ini (28/8) korbanya merupakan jurnalis televisi nasional. Selain perampasan kamera korban juga menerima pukulan saat hendak meliput dan mengklarifikasi kericuhan pertandingan sepakbola Piala Bupati Cup di stadion sukung kelapa tujuh, kecamatan kotabumi selatan, Kabupaten Lampung Utara yang terjadi kamis 27 agustus 2020. Korban mendapat pukulan dipelipis bagian kanan serta kamera miliknya dirampas oleh panitia penyelenggara bernama Juanda Basri. Setelah bernegosiasi akhirnya kamera milik Ardy dikembalikan Ardhy Yoehaba mengatakan, dirinya bersama rekan lainnya datang kelokasi untuk mengklarifikasi kerusuhan pertadingan sepak Bola Bupati Cup yang terjadi kamis kemarin. Ardi diarahkan untuk menemui ketua panitia namun bukanya mendapatkan informasi Ardi justru mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakan. "Saya datang kelokasi untuk konfirmasi terkait kericuhan pertandingan, setelah memperkenalkan diri kepada salah satu pengurus KONI, saya diarahkan untuk mewawancarai ketua panitia, setelah menunggu sekitar 30 menit ketua panitia datang dan sempat berbicara sebentar barulah Juanda Basri, memukul dan menyita kamera saya" jelas Ardy. Atas kejadian itu Ardhy Yoehaba melaporkan peristiwa yang dialaminya ke Mapolres Lampung Utara, laporan diterima langsung oleh unit sentra pelayanan (SPKT) dengan nomor laporan polisi : LP / 855 /B / VIII / 2020 / POLDA LAMPUNG / RES L.U.   IJTI Lampung Kecam Aksi Pemukulan dan Perampasan Kamera IJTI Lampung mengecam kekerasan yang terhadap jurnalis biro SCTV-Indosiar. Ketua IJTI Lampung Hendri Yansah mengatakan, kejadian ini menambah panjang deretan kekerasan terhadap jurnalis di provinsi Lampung, jurnalis dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. " IJTI Lampung sangat mengecam dan mengutuk tindakan pemukulan dan perampasan kamera yang di lakukan oleh ketua panitia pelaksana pertandingan" jelas Hendri Yansah. Ia menjelaskan, bahwa siapapun yang menghambat ataupun menghalangi kerja jurnalistik seharusnya dikenakan hukuman pidana maksimal dua tahun penjara atau denda Rp500 juta sesuai pasal 18 tentang pers. Lanjutnya, Hendri mengatakan, dengan kebebasan pers yang dijamin UU akan memunculkan pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggung jawab sehingga masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah. "Pada dasarnya kebebasan pers bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi, yang memungkinkan media massa untuk menyampaikan informasi yang akurat sehingga, memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi itu," kata dia.(tim/san)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: