BANNER HEADER DISWAY HD

Malala Day dan Realita Anak Putus Sekolah di Lampung

Malala Day dan Realita Anak Putus Sekolah di Lampung

--Freepik

BANDAR LAMPUNG, RADARTVNEWS.COM-  Setiap tanggal 12 Juli, dunia memperingati Malala Day sebuah momen yang menyoroti pentingnya hak anak, terutama perempuan, untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Namun di Provinsi LAMPUNG, realita di lapangan jauh dari semangat tersebut. Ribuan anak, termasuk perempuan, terpaksa berhenti sekolah sebelum lulus. Ironi ini memperlihatkan kesenjangan antara visi global dan kenyataan lokal yang masih mengakar.

Malala Day ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai bentuk penghormatan kepada Malala Yousafzai, aktivis pendidikan asal Pakistan yang selamat dari serangan Taliban karena memperjuangkan pendidikan bagi anak perempuan. Ia menjadi simbol internasional perjuangan terhadap ketidaksetaraan akses pendidikan. Setiap tahunnya, peringatan ini digunakan untuk mengkampanyekan bahwa semua anak berhak untuk belajar tanpa takut dan tanpa hambatan sosial maupun ekonomi.

 

Sayangnya, di Lampung, data menunjukkan bahwa pendidikan belum sepenuhnya merata. Berdasarkan laporan Pusdatin Kemendikbud, hingga tahun 2024 terdapat 75.219 siswa dari SD hingga SMA/MA di Lampung yang putus sekolah. Angka ini memperlihatkan bahwa banyak anak terhenti pendidikannya karena alasan ekonomi, kurangnya akses pendidikan di daerah, atau kondisi keluarga yang tidak mendukung. 

BACA JUGA:Pemkab Pesisir Barat Siapkan Lahan 6,8 Hektare untuk Sekolah Rakyat, Dorong Akses Pendidikan Inklusif

Gubernur Rahmat Mirzani Djausal bahkan menyebut bahwa lebih dari 400 ribu anak di Lampung tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Singkatnya, hanya 62% siswa SMP yang melanjutkan ke sekolah menengah atas, dan hanya 20% siswa SMA yang melanjutkan ke perguruan tinggi.

 

Putus sekolah bukan hanya mengganggu masa depan individu, tetapi juga berdampak pada pembangunan sosial dan ekonomi daerah. Anak-anak yang tidak menyelesaikan pendidikan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami pengangguran, terjebak dalam pekerjaan informal, dan kehilangan akses pada keterampilan kerja yang layak. Bahkan lebih jauh, kondisi ini dapat memicu kecenderungan pada tindakan kriminal. Data dari Dinas PPPA Lampung Selatan menyebutkan bahwa 30 kasus pelanggaran hukum melibatkan anak selama Januari–Mei 2025, sebagian diantaranya merupakan anak-anak yang putus sekolah. 

 

Di daerah seperti Jabung, Lampung Timur, keterlibatan anak dalam kasus kriminal seperti pencurian dan begal sering dikaitkan dengan latar belakang pendidikan yang terputus.

Pemerintah daerah telah merespons dengan berbagai langkah. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung tengah menyiapkan Perda Pendidikan untuk menekan angka putus sekolah.

BACA JUGA:Dampak Kebijakan Merdeka Belajar terhadap Siswa dan Guru

Selain itu, DPRD Lampung mendorong lahirnya Peraturan Gubernur yang mengatur wajib belajar 12 tahun No. 18/2014, serta penguatan pendidikan non-formal seperti PKBM. Upaya ini bertujuan menjangkau anak-anak yang terlanjur keluar dari sekolah agar tetap bisa melanjutkan pendidikan melalui jalur alternatif.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait