Wakapolri Soroti Lambatnya Respons Polisi, Akui Warga Lebih Memercayai Damkar

Rabu 19-11-2025,18:50 WIB
Reporter : MG-Ratu Adzkia Nabila Bernatta
Editor : Jefri Ardi

RADARTVNEWS.COM – Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Dedi Prasetyo menilai pelayanan kepolisian masih menghadapi berbagai persoalan, terutama soal kecepatan merespons laporan warga. Dalam rapat bersama Komisi III DPR, ia mengakui bahwa publik lebih memilih menghubungi pemadam kebakaran karena dinilai bergerak lebih cepat ketika menerima aduan.

Pada kesempatan itu, Dedi menyampaikan evaluasi mengenai Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu yang dinilai belum memenuhi harapan masyarakat. Ia menekankan bahwa waktu tanggap kepolisian masih tertinggal dari standar internasional yang menjadi acuan dalam layanan publik.

“Quick response time standar PBB itu di bawah 10 menit, kami masih di atas 10 menit, ini juga harus kami perbaiki,” ujar Dedi dalam rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 November 2025.

Dedi memaparkan bahwa Polri sedang berupaya memperbaiki kualitas layanan melalui penguatan sistem berbasis digital. Salah satunya dilakukan lewat optimalisasi hotline 110 yang disiapkan untuk menangani berbagai aduan masyarakat secara lebih cepat dan terstruktur.

Ia menuturkan bahwa selama ini masyarakat merasa lebih mudah menghubungi petugas pemadam kebakaran. Menurutnya, layanan tersebut dikenal memiliki respons yang cepat, sehingga Polri perlu memastikan peningkatan kinerja agar bisa memenuhi ekspektasi publik.

“Saat ini masyarakat lebih mudah melaporkan segala sesuatu ke damkar karena damkar quick response-nya cepat dan dengan perubahan optimalisasi 110, harapan kami setiap pengaduan masyarakat bisa direspons di bawah 10 menit,” ucapnya.

BACA JUGA:Prabowo Resmikan RS Kardiologi Emirates–Indonesia, Soroti Standar Baru Fasilitas Kesehatan

Selain menyoroti lambatnya respons, Dedi juga mengungkap adanya keluhan masyarakat mengenai sikap sebagian anggota kepolisian. Gaya hidup mewah, sikap arogan, dan tindakan penyalahgunaan kewenangan disebut sebagai masalah yang masih sering disampaikan warga kepada institusi.

Ia menjelaskan bahwa Polri telah menerbitkan pedoman khusus untuk memperbaiki perilaku anggotanya. Buku tersebut berisi aturan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sekaligus menjadi landasan etika bagi seluruh personel.

“Kami sudah membuat buku dos and don’ts yang menjadi pedoman bagi anggota Polri. Kemudian peningkatan pengawasan internal, ini yang dikeluhkan masyarakat. Kenapa terjadi arogansi? Kenapa terjadi perilaku-perilaku menyimpang abuse of power? Pengawasan kami kurang kuat,” kata Dedi.

Dalam paparannya, Wakapolri menegaskan bahwa masalah pelayanan publik tidak hanya muncul di tingkat pusat. Ia menyebut sebagian besar persoalan berasal dari jajaran kepolisian di tingkat Polsek, Polres, dan Polda yang berhadapan langsung dengan masyarakat.

Menurut Dedi, sekitar 62 persen masalah kinerja terjadi di level tersebut. Ia menjelaskan bahwa evaluasi menyeluruh perlu dilakukan agar unit pelayanan di daerah mampu memberikan respons yang lebih cepat dan tepat terhadap kebutuhan masyarakat.

Selain itu, Dedi menyoroti performa direktorat reserse di berbagai Polda yang dinilai belum maksimal. Dari 47 Direktur Reserse Kriminal, sebanyak 15 di antaranya masuk kategori underperform berdasarkan penilaian internal Polri.

BACA JUGA:Kunjungan Perdana ke Papua, Menteri Nusron Fokus Sosialisasi Tanah Ulayat dan Serahkan Sertipikat Rumah Ibadah

Ia menyampaikan bahwa capaian tersebut menunjukkan perlunya perbaikan dalam sistem pembinaan dan pengawasan, terutama bagi pejabat yang memegang tanggung jawab besar dalam penanganan kasus-kasus kriminal.

Kategori :