RADARTVNEWS.COM - Andrea Hirata, penulis yang melejit lewat fenomena Laskar Pelangi, kembali menghadirkan karya yang menyentuh jiwa lewat novel Ayah (2015). Berbeda dengan tetralogi sebelumnya yang kental dengan isu pendidikan dan mimpi anak-anak miskin Belitung, Ayah menawarkan sesuatu yang lebih intim, kisah tentang cinta, kesetiaan, dan pengorbanan seorang lelaki sederhana bernama Sabari.
Sabari, tokoh utama novel ini, digambarkan sebagai sosok yang polos namun berhati besar. Sabari jatuh hati pada Marlena, perempuan cantik yang menjadi pusat dunianya. Cinta Sabari begitu tulus hingga kadang dianggap konyol oleh sahabat-sahabatnya, Ukun, Tukirin, dan Togar. Namun apa pun kata orang, cintanya kepada Marlena tidak pernah goyah. Banyak momen dalam novel ini yang membuat pembaca terdiam. Bukan karena melodrama berlebihan, melainkan karena kesederhanaan yang begitu dekat dengan kenyataan. Andrea menulis bagaimana cinta seorang ayah sering kali sunyi, jarang diungkapkan, tetapi nyata dalam tindakan sehari-hari. Sabari menjadi potret dari jutaan ayah di luar sana: bekerja tanpa lelah, mencintai tanpa banyak kata, berkorban tanpa pamrih. BACA JUGA:Prediksi Daftar Pemain Starting Timnas Indonesia U-23 Menjelang Hadapi Laos Di Kualifikasi Piala Asia 2026 Yang membuat Ayah berbeda adalah cara Andrea Hirata meramu cerita. Ia memadukan humor khas Belitung dengan kalimat-kalimat puitis yang ringan dibaca namun menyisakan jejak dalam hati. Novel ini bukan sekadar kisah cinta satu arah, melainkan sebuah refleksi tentang arti kesetiaan dan bagaimana cinta sejati bisa bertahan bahkan di tengah penderitaan. Menariknya, Andrea tidak menawarkan akhir yang mudah ditebak. Ia justru menghadirkan penutup yang menggetarkan, meninggalkan kesan mendalam tanpa harus melebih-lebihkan. Pembaca diajak merenung: apakah cinta sejati itu tentang memiliki, ataukah tentang merelakan? Dari Ayah, ada beberapa pelajaran berharga yang bisa dipetik. Pertama, bahwa cinta bukan hanya milik pasangan kekasih, tetapi juga kasih seorang ayah kepada anaknya. Kedua, kesetiaan sering kali diuji bukan oleh kebahagiaan, melainkan oleh kesulitan dan kehilangan. Dan ketiga, hidup selalu menyimpan ruang untuk penyesalan, tetapi juga kesempatan untuk menemukan makna. Dengan Ayah, Andrea Hirata sekali lagi membuktikan dirinya bukan hanya pencerita, tetapi juga peramu bahasa. Ia mampu mengubah kisah sederhana menjadi karya sastra yang memikat, mengaduk emosi pembaca dari tawa hingga air mata. Novel ini memperlihatkan bahwa cinta sejati mungkin tidak selalu hadir dalam bentuk yang kita bayangkan, tetapi selalu meninggalkan jejak yang abadi.Pada akhirnya, Ayah adalah novel yang membuat kita percaya bahwa cinta, dalam bentuk paling sunyi sekalipun, tetap mampu mengalahkan waktu.
BACA JUGA:Wahana Kereta Gaib Lampung Segera Hadir, Catat! ini Jadwal dan Lokasinya