Yang menarik dari survei Disway Grup ini, meski hanya menang di 4 wilayah dari 14 kota/kabupaten, Herman HH unggul pada wilayah yang memiliki mata pilih terbanyak. Yakni, Bandar Lampung, Lampung Tengah dan Lampung Selatan. 1 wilayah lainnya yang dimenangkan Herman HN adalah kabupaten Pringsewu.
Bandingkan dengan penguasan wilayah RMD. Meskipun RMD unggul di 8 wilayah, namun keunggulan elektibilitasnya dengan Herman HN hanya terpaut 3 persen saja.
Itulah sebabnya menurut saya posisi RMD belum begitu aman. Kita buka data pada Pilgub sebelumnya, Arinal bisa memenangkan Pilgub karena menang pada 3 wilayah yang memiliki mata pilih terbanyak. Yakni, Lampung Tengah. Lampung Selatan, dan Lampung Timur.
Tapi yang kini menjadi menarik adalah dukungan Nasdem ke RMD. Ini berarti langkah Hermsn HN untuk menjadi calon kian tertutup.
Logika politiknya, sebagai Ketua DPW Nasdem Provinsi Lampung dengan memiliki elektibilitas yang tinggi saja, Nasdem tidak mendukung Herman HN sebagai calon gubernur. Apalagi partai lainnya.
Jika memang Herman HN tidak jadi berlayar sebagai cagub, maka jalan RMD untuk memenangkan Pilgub kian mulus saja.
Tentu tren kenaikan elektibilitas RMD ini diamati para petinggi partai politik. Situasi 2 minggu terakhir ini menjelang pendaftaran calon akan sangat menentukan sikap mereka.
Jika elektibilitas RMD terus naik hingga mencapai di atas 40 persen, rasanya parpol akan berpikir ulang untuk mengajukan calon lain.
Setidaknya ada 2 alasan pokok. Pertama sulit untuk mendapatkan koalisi untuk bisa mengusung calon. Alasan kedua, kalau pun ada apakah mampu menandingi kekuatan RMD.
Melihat hasil survei dan pergerakan para kandidat selain RMD, sangat beralasan dan masuk akal jika pilgub Lampung hanya diikuti 1 pasangan calon saja. Jadi RMD kelak akan melawan kotak kosong.
Jika itu terjadi maka perdebatan dan pembahasan selanjutnya adalah plus minus dari melawan kotak kosong itu.
Menarik apa yang dikemukakan, pemerhati politik dan akademisi Unila, Dr. Dedy Hermawan. Ia menyatakan, fenomena melawan kotak kosong tidak sekadar dilihat dari sudut demokrasi.
Ia setuju bahwa fenomena kotak kosong merupakan kemunduran demokrasi.
Namun, fenomena kotak kosong juga memberikan keuntungan lain. Diantaranya, memenimalisir politik transaksional. Sehingga berujung menghapus praktik money politics di kalangan pemilih.
Secara cost politik juga lebih hemat. Juga terjadi penghematan biaya penyelenggaraan.
Saya setuju dengan apa yang disampaikan Dedy Hermawan ini.