BANDARLAMPUNG : Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) melansir 52 bakal calon anggota legislatif DPR dan 15 DPD RI dengan background terpidana. Dari jumlah tersebut, mayoritas bacaleg merupakan mantan terpidana korupsi alias koruptor. Berikut petikan wawancara ekslusif jurnalis Radar Lampung TV (RTV) bersama Ketua IM57 Praswad Nugraha. Untuk diketahui, IM 57 merupakan organisasi gerakan anti korupsi beranggotakan 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disingkirkan karena tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Mereka lantas mendeklarasikan pendirian Indonesia Memanggil 57 plus Institute (IM57+ Institute). IM57+ Institute ini merupakan perkumpulan sebagai wadah lanjutan semangat perjuangan memberantas korupsi. RTV: Bung apa pendapat anda terkait mantan terpidana korupsi boleh maju menjadi calon legislatif (caleg) ? Praswad Nugaraha : Soal diperbolehkannya mantan terpidana untuk kembali mencalonkan diri baik dengan masa jeda maupun tanpa adanya masa jeda setelah keluar dari penjara sebetulnya merepresentasikan nilai utama yang ingin diwujudkan dari Pemerintahan Joko Widodo selaku penentu kebijakan Politik Hukum Nasional. Hal tersebut mengingat, ini bukan cuma soal diskursus hukum saja, tetapi seberapa penting value anti korupsi dalam proses demokrasi di Indonesia. Hilangnya larangan tersebut mengartikan bahwa nilai anti-korupsi bukan lagi value utama dalam pemilihan pemimpin/ orang yang akan mewakili kepentingan publik. Selain itu, kejahatan korupsi adalah kejahatan terkait pejabat publik sehingga seharusnya faktor anti korupsi menjadi value utama dalam prasyarat jabatan publik tersebut karena mempertimbangkan kemungkinan pelaku cenderung mengulangi kembali kejahatannya. RTV : Apa yang harus dilakukan pemilih atas banyaknya ekskoruptor maju caleg? Praswad Nugraha : Beban penelusuran calon bukan hanya di Publik. KPU harusnya membuat keterbukaan mengenai rekam jejak setiap calon yang dapat diakses oleh publik. Hal tersebut untuk memastikan publik mengetahui bahwa calon tersebut memiliki cacat integritas. Idealnya bahkan, pelarangan koruptor mencalonkan diri seharusnya menjadi filter agar publik tidak memilih calon tersebut. Atau setidaknya diberikan label mantan napi koruptor di kertas pemilihan pada kotak suara, sehingga transparan dan akuntabel bagi calon pemilih untuk mengetahui latar belakang calon yang akan di pilihnya seterang-terangnya. RTV : Sebagai kejahatan luar biasa, apakah ada dan sebera besar peluang atau potensi eks terpidana koruptor untuk melakukan kejahatan serupa? Praswad Nugraha : Korupsi di Indonesia terjadi ketika melibatkan jabatan publik. Bukan hanya mungkin mengulangi, posisi jabatan publik malah menjadi prasyarat untuk terjadinya kejahatan korupsi. Untuk itu, syarat tidak pernah menjadi terpidana dengan kejahatan yang ancaman pidananya lebih dari 5 tahun menjadi penting sebagai filter dalam menduduki jabatan publik. Karena kejahatan cenderung berulang, yang bisa kita lakukan adalah setidak-tidaknya menciptakan sistem preventif dan preemtif yang maksimal. (*)
Cegah Caleg Koruptor Terpilih Kembali, Surat Suara Harus Diberi Lebel Koruptor
Senin 28-08-2023,18:04 WIB
Editor : redaksirltv
Kategori :