asn

Abai Petani, Mendag Gagap Nurani

Abai Petani, Mendag Gagap Nurani

radartvnews.com-Opsi impor beras yang dikemukakan oleh pemerintah belum bisa menjadi jawaban tepat menjaga stabilitas harga dipasaran. Pasalnya, langkah ini justru dinilai elemen sudah sangat terlambat.   Pemerintah membuka keran impor beras jenis khusus sebanyak 500.000 ton dari thailand dan vietnam. Hal ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan lonjakan harga beras dan pasokan beras yang sedang mengalami penurunan hampir disejumlah daerah.   Menyikapi ini pengamat ekonomi dari fakultas ekonomi dan bisnis universitas Lampung, Asrian Hendi Caya menyebut keputusan terkait impor beras seharusnya sudah dilakukan sejak bulan November lalu pada saat harga beras mulai mengalami lonjakan. “Pemerintah itu sudah telat melakukan impor beras, seharusnya dilakukan saat harga beras mulai mengalami lonjakan november kemarin, bukan baru sekarang” ujar Asrian.   Dia menilai rencana impor beras tersebut sudah sangat terlambat bahkan akan berdampak buruk terhadap harga gabah petani saat panen raya. Asrian mengatakan proses impor beras membutuhkan waktu yang lama untuk realisasinya. Sehingga dikhawatirkan beras impor tersebut tidak bisa digunakan karena bulan februari-maret sudah memasuki masa panen.   Impor Beras Terlambat Pemerintah seharusnya fokus menyelidiki permasalahan kenaikkan harga beras. Apalagi bulog mengklaim stok cadangan beras dalam kondisi aman tetapi pada kenyataanya dipasaran pasokannya berkurang. Hal inilah yang menjadi harusnya menjadi catatan penting.   Sebelumnya, menteri perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan impor  beras kualitas khusus dari thailand dan vietnam tetap akan masuk ke Indonesia pada akhir januari 2017. Kemendag menunjuk badan usaha milik negara PT.Perusahaan Perdagangan Indonesia (persero) atau PPI sebagai importir.   Jenis beras kualitas khusus yang diimpor tidak sama dengan jenis beras yang diproduksi dalam negeri atau ir64. Jenis beras tersebut memiliki spesifikasi bulir patah dibawah lima persen yang sudah diatur dalam peraturan menteri perdagangan nomor 1 tahun 2018. (LZ/JF)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: