Analisis Genetika Temukan Indikasi Sindrom Langka pada Hitler
Adolf Hitler--Istimewa
RADARTVNEWS.COM - Analisis DNA terbaru yang dipaparkan dalam dokumenter Channel 4 “Hitler’s DNA: Blueprint of a Dictator” mengungkap kemungkinan Adolf Hitler mengalami Sindrom Kallmann, suatu kelainan genetik langka yang dapat menghambat perkembangan organ seksual. Temuan ini menambah perspektif baru terhadap sisi biologis dari salah satu tokoh paling kontroversial di dunia.
Dalam penelitian tersebut, tim genetika di bawah pimpinan Profesor Turi King melakukan uji pada sampel darah yang berasal dari sepotong kain sofa di bunker Berlin tempat Hitler dilaporkan bunuh diri. Hasilnya menunjukkan adanya mutasi pada gen PROK2, yang sangat berkaitan dengan Sindrom Kallmann.
Sindrom Kallmann dikenal sebagai kondisi hipogonadotropik hipogonadisme, yang menyebabkan kadar hormon testosteron rendah, pubertas terlambat, dan pada beberapa kasus, muncul fenomena mikropenis dan testis yang tidak turun ke skrotum (kriptorkidisme). Analisis tersebut menyebut kemungkinan Hitler memiliki mikropenis dengan peluang sekitar satu banding sepuluh.
Selain itu, studi ini juga mengungkap potensi kecenderungan genetik Hitler terhadap kondisi neurodiversitas seperti autisme, skizofrenia, dan bipolar, berdasarkan perhitungan polygenic risk score (PRS). Namun, para peneliti menegaskan bahwa skor genetik tersebut hanya menunjukkan risiko, bukan diagnosis pasti.
Salah satu pengamat, sejarawan dari Universitas Potsdam, Dr. Alex Kay, mengungkap bahwa hasil ini bisa memberikan jawaban atas sejumlah teka-teki perilaku Hitler, seperti ketidaknyamanannya dalam bermesraan atau menjalin hubungan intim. “Dengan Sindrom Kallmann, mungkin saja dorongan seksualnya sangat rendah,” ujarnya.
BACA JUGA:Buku Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Akan Diluncurkan 14 Desember 2025
Lebih jauh, analisis kromosom-Y menunjukkan bahwa tidak ada bukti keturunan Yahudi melalui garis ayah Hitler, menepis rumor lama mengenai asal-usul genetiknya. Temuan ini dinilai sebagai konfirmasi ilmiah tentang garis keturunan Hitler, sekaligus bantahan terhadap mitos yang selama ini terus beredar.
Meski hasilnya mengejutkan, para ahli menilai bahwa gen tidak bisa dijadikan alasan atas tindakan Hitler. Psikolog Simon Baron-Cohen memperingatkan agar tidak mengaitkan kekejaman Hitler dengan kondisi neurodiversi, karena hal itu bisa menstigmatisasi kelompok dengan kondisi serupa.
Dalam wawancara, Profesor King menyatakan penelitian ini dilakukan dengan sangat hati-hati dan mempertimbangkan aspek etika. Ia menegaskan bahwa temuan ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan perbuatan Hitler, melainkan memberi pemahaman ilmiah yang lebih dalam tentang aspek biologis tokoh sejarah tersebut.
Dengan semakin majunya teknologi genetika, penelitian semacam ini membuka cakrawala baru dalam studi tokoh sejarah: bukan hanya dari segi aksi dan ideologi, tetapi juga dari sisi biologis. Namun, para peneliti tetap menekankan bahwa penemuan genetik hanyalah satu bagian dari kisah kompleks Adolf Hitler dan tidak boleh menyederhanakan peran pilihan dan konteks sejarah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
