TPUA Lampung Tolak Restorasi Justice Bagi Penista Agama
HINA NABI MUHAMMAD : Penampikan Komika Lampung diduga hina Nabi Muhhamad.-tangkap layar-
RADAR TV - Kasus penistaan agama yang menyeret komika asal Lampung, Aulia Rakhman masih menjadi perbincangan hangat masyarakat muslim di Indonesia khususnya masyarakat di provinsi Lampung.
Ini lantaran beredar akan ada pihak yang memaafkan komika Aulia Rakhman, dalam kasus penistaan agama.
Mensikapi persoalan tersebut. Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Provinsi Lampung, Gunawan Pharrikesit, menegaskan hal itu tidak dapat mempengaruhi proses hukumnya.
Menurut Gunawan kasus penodaan agama dalam pasal 156 a KUHP ini tergolong kedalam jarimah ta’zir.
Karenanya demi kemaslahatan, pemaaf kepada komika penista agama tidak bisa dihentikan kasusnya meski melalui restorasi justice (RJ).
Jika kasus ini ditarik dalam konteks pandangan Hukum Islam, maka dapat diambil kesimpulan penodaan agama merupakan tindakan delik atau jarimah yang besar yang mengakibatkan kegoncangan dalam masyarakat dan harus dihukum dengan berat.
"Hukuman harus dberikan sesuai perundangan yang berlaku dan ini harus masuk kedalam ranah pengadilan. Karena di negara kita bukan menganut negara Islam, maka hukuman harus dijatuhkan oleh seorang hakim. Bukan oleh seorang ulil amri," ungkap Gunawan Pharrikesit.
Oleh karena itu, lanjutnya, tidak benar juga pemaaf yang mulai disuarakan oleh beberapa pihak mengatasnamakan apapun itu dapat menghentikan kasusnya.
"Tidak juga dengan menerapkan restorasi justice. Pertimbangannya, dampak perbuatan tersebut telah membuat kegaduhan ditengah masyarakat".
Jika dilihat dari segi sifat, maka jarimah ta'zir dapat dibagi kepada tiga, yaitu: jarimah ta'zir karena melakukan perbuatan maksiat, jarimah ta'zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum, dan jarimah ta'zir karena melakukan pelanggaran hukum.
"Perbuatan komika, Aulia Rakhman, merupakan jarimah yang telah merugikan tata aturan masyarakat, atau kepercayaan-kepercayaannya, atau merugikan kehidupan masyarakat, yang harus dihormati dan dipelihara. Perbuatannya juga bisa merusak kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRi)," ungkapnya.
Menurut Gunawan jika ditarik lagi dalam kasuistiknya, dapat diambil kesimpulan bahwa penodaan agama yang dilakukannya merupakan tindakan delik atau jarimah yang besar yang mengakibatkan kegoncangan dalam massyarakat dan harus dihukum dengan berat.
"Penistaan agama merupakan tindak pidana kejahatan yang mengancam toleransi beragama di masyarakat. Bahkan Jumhur Ulama ada yang bersepakat hukuman atas penista Nabi adalah hukuman mati. Namun negara kita menganut hukum positif dan ada dalam pasal 156 a KUHP, sehingga wajiblah diteruskan kasusnya ke proses pengadilan," paparnya.
Gunawan Pharrikesit juga mengistilahkan sabb al-diin. Penistaan terhadap agama Islam adalah mencela atau menghina Alquran dan hadis, meninggalkan atau mengabaikan apa yang dikandung keduanya, dan berpaling dari hukum-hukum yang ada dalam Alquran dan hadis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: