Ancaman Serius Harga Beras Di Lampung Terus Naik Meroket Tak Terkendali
BANDARLAMPUNG : Meroketnya harga beras di kalangan konsumen di Provinsi Lampung disebabkan oleh banyak faktor. Pertama adalah pasokan menipis akibat banyak sawah gagal panen sebagai konsekuesnsi kemarau panjang fenomena el nino. Faktor berikutnya adalah tidak dilaksanakan secara serius Pergub Nomor 7/ Tahun 2017 tentang Pengelolaan Distribusi Gabah. Gubernur Lampung sebagai kepala pemerintahan dan dinas teknis selaku pelaksana tak menjalankan peraturan hukum ini. Salah satunya adalah dalam pasal 5 ayat (2) yang berbunyi hasil pertanian berupa gabah dilarang untuk didistribusikan ke luar daerah. Faktanya, sejak beberapa bulan lalu terjadi praktik kecurangan yang diduga dilakukan grup raksasa PT Wilmar. Perusahaan kapitalis dengan base di Banten dan Palembang ini melakukan aksi borong gabah milik petani Lampung. ”Persoalanya adalah perusahaan besar mampu membeli dengan harga di atas rata-rata. Ini yang menyulitkan pabrik penggilingan padi lokal,” kata Ketua Asosiasi Penggilingan Padi Rakyat Siger Lampung (ASPPARASILA) Riyan Suryanto kepada www.radartvnews.com, Kamis 7 September 2023. PT Wilmar membeli gabah petani dengan harga di atas rata-rata, dengan cara memberangkatkan gabah ke luar Lampung. Di satu sisi, petani senang karena jerih payahnya dihargai tinggi. Namun dampaknya, ketika aksi monopoli ini sudah berjalan. Seluruh gabah sudah dibeli, digiling, dan dijadikan beras . Kemudian dijual dengan harga tinggi. ”Jika sudah begini siapa yang dirugikan, jelas masyarakat sebagai konsumsi beras,” katanya.
Gubernur dan Dinas Teknis Harus Proaktiv
Dalam instrument hukum tersebut ada mekanisme pengawasan hingga penjatuhan sanksi. Seperti tercantum dalam pasal 7 ayat 3. Sejumlah sanksi mulai teguran hingga terberat pencabutan izin perusahaan sudah ada. ”Persoalanya tim tidak bertindak Praktik kecurangan ini riel terjadi. Jika tim pemerintah serius, mudah kok melindungi dan menjamin pasokan beras lokal tetap aman,” tegasnya. Atas kondisi ini, pengusaha penggilingan padi sudah menyampaikan aspirasi ke DPD RI. Masalah semakin kompleks, karena mayoritas perusahan penggilingan padi ini mengambil KUR (Kredit Usaha Rakyat) dengan bunga relatif tinggi. Ditambahkannya pengusaha penggilingan lokal menjadi dilematis. Harga beli padi basah kualitas medium di penggilingan diharga Rp7 ribu perkilogram dan gabah kering giling (GKG) Rp8 ribu. Kemudian bisa dijual dengan harga Rp13 ribu perkilogram. ”Dilematis, penggiling lokal bisa membeli tapi tidak bisa menjual. Kalaupun mau dijual itu dengan sistem jual rugi, karena ada cicilan KUR yang harus dibayar,” jelasnya. Pihaknya mengharapkan pihak perbankan bisa mengeluarkan kebijakan untuk memberikan keringan atau pengurangan bunga bank. ”Patut diingat harga beras bulan September 2023 saja sudah sangat tinggi. Bisa dibayangkan harga beras empat bulan kedepan,” pungkasnya. (*)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: