Kontroversi Pasal 238, Dibunuh MK Dibangkitkan Jokowi

Selasa 06-02-2018,20:20 WIB
Reporter : redaksirltv
Editor : redaksirltv

radartvnews.com- Pembahasan  Rancangan Undang-Undang Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) menuai respon negatif dari berbagai kalangan. Sejumlah pasal krusial dibahas termasuk pasal penghinaan presiden yang berdampak pada hukuman bagi si pengkritik. Tim perumus RUU RKUHP bersama perwakilan pemerintah sudah menyepakati rumusan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden masuk RUU RKUHP.  Ini yang memantik kontroversi atas pembungkaman kebebasan jilid baru setelah era orde baru. Pasal pertama yang lolos dirumuskan adalah pasal 238 mengenai tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden yang isinya "setiap orang yang menyerang diri presiden wakil presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun". Ruang lingkup diperluas, "setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori iv.’’ Presiden BEM Unila Fauzul Adhim menilai adanya pasal penghinaan presiden ini cenderung mengganggu kebebasan berekspresi dan berpendapat seseorang, apalagi ancaman hukumannya sampai 9 tahun penjara. “dikhawatirkan hal tersebut malah dapat berpotensi menjadi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat hukum, pemerintah diharapkan tidak antipati terhadap kritik-kritik yang diberikan oleh masyarakat terutama mahasiswa,” kata Fauzul. Sementara Ketua Aliansi BEM Lampung Muharomi Yogi Nugroho meminta pasal penghinaan presiden dikaji ulang. Diketahui Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie pada desember tahun 2006 silam telah memutuskan pasal penghinaan terhadap presiden dibatalkan karena dinilai dan pada suatu saat dapat menghambat upaya komunikasi dan perolehan informasi dan berpeluang menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan tulisan dan ekspresi sikap.(liz/san)

Tags :
Kategori :

Terkait