RADARTVNEWS.COM - Presiden Prabowo Subianto merevisi Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 30 Juni 2025. Perubahan signifikan dalam beleid ini adalah masuknya rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai salah satu prioritas utama dalam program hasil cepat.
Sebelumnya, dalam RKP 2025 yang disusun pemerintahan Presiden Joko Widodo, tidak tercantum agenda pendirian lembaga penerimaan negara. Namun, Prabowo mengubah hal tersebut dengan menempatkan pembentukan BPN sebagai program kedelapan. Target yang dicanangkan adalah meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 23 persen.
Langkah ini menandai arah baru dalam kebijakan fiskal nasional yang selama ini terpusat di bawah Kementerian Keuangan. Meskipun sudah tertuang dalam RKP, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut belum ada arahan langsung dari Presiden Prabowo mengenai detail struktur maupun mekanisme pembentukan BPN.
Dalam pernyataannya, Purbaya menegaskan pendekatan pemerintah tetap fokus pada optimalisasi sistem yang sudah berjalan agar lebih efisien. Ia menyoroti bahwa di banyak negara, lembaga penerimaan negara biasanya tidak berdiri terpisah dari kementerian keuangan. Jika Indonesia membentuk BPN, hal itu akan menjadi pengecualian dari praktik umum secara global.
Selain masuk dalam RKP, rencana pembentukan BPN juga tercantum dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang berlaku sejak 10 Februari 2025. Meski demikian, hingga pertengahan September 2025, detail mengenai fungsi, struktur, serta anggaran BPN masih belum diumumkan pemerintah.
BACA JUGA:Video Presiden Prabowo Muncul di Bioskop, Tayangkan Cuplikan Aktivitas dan Program Pemerintah
Sejauh ini, pemerintah masih melakukan kajian lintas kementerian untuk merumuskan kerangka kerja lembaga baru tersebut. Publik masih menanti kejelasan bagaimana koordinasi antara BPN, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya akan diatur agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan.
Di sisi lain, para ekonom menilai pembentukan BPN seharusnya tidak hanya sebatas simbol reformasi fiskal. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan efektivitas agar BPN mampu memperbaiki sistem penerimaan negara yang selama ini dianggap belum optimal. Potensi benturan tugas dengan Direktorat Jenderal Pajak maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai juga menjadi perhatian utama.
Beberapa anggota DPR menyambut baik langkah pemerintah dengan harapan lembaga baru ini bisa menjadi solusi mengatasi kebocoran penerimaan negara. Namun, mereka juga mengingatkan agar pembentukan BPN tidak justru menambah kompleksitas birokrasi yang dapat memperlambat kinerja fiskal.
Selain pembentukan BPN, terdapat tujuh program lain dalam kategori hasil cepat RKP 2025. Program tersebut meliputi pemberian makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, bantuan gizi bagi balita dan ibu hamil, pemeriksaan kesehatan gratis, penuntasan TBC, pembangunan rumah sakit berkualitas, peningkatan produktivitas lahan pertanian, serta pembangunan lumbung pangan di berbagai level.
Program lainnya mencakup pembangunan sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten, renovasi sekolah rusak, penambahan kartu kesejahteraan sosial, peningkatan gaji ASN terutama guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, TNI/Polri, dan pejabat negara. Selain itu juga dilanjutkan pembangunan infrastruktur desa, penyaluran BLT, serta penyediaan rumah murah bersanitasi baik untuk generasi muda dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Hingga kini, Presiden Prabowo belum memberikan pernyataan resmi mengenai target waktu pembentukan BPN. Publik dan berbagai pemangku kepentingan masih menunggu kejelasan arah kebijakan fiskal baru ini, yang diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara sekaligus memperkuat fondasi pembangunan jangka panjang.
BACA JUGA:Prabowo Tinjau Sekolah Rakyat, Targetkan 500 Sekolah dan 330 Ribu Smart TV