3. Menetapkan barang bukti berupa : … dst.
4. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);
Pemeriksaan perkara dugaan tindak pidana pemilihan di Pengadilan Negeri Metro dengan Nomor 191/Pid.Sus/2024/PN.Met., tanggal 5 November 2024, didasarkan atas Dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dirumuskan sebagai berikut “Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 71 Ayat (3) Jo Pasal 188 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang pemilihan Gubernur,Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang”.
Berdasarkan data dan informasi dari laman Pengadilan Negeri Metro tersebut tentunya menjadi sangat jelas, mengenai kewenangan memeriksa dan mengadili yang berada pada Pengadilan Negeri Metro dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut.
BACA JUGA :Seruan Herman HN Menangkan Mirza-Jihan, Jangan Setengah-setengah!
BACA JUGA :DPD Partai Demokrat Lampung: Kawal dan Menangkan Mirza-Jihan, Tidak Bisa Ditawar Lagi!
Hal yang menjadi menarik adalah paska Putusan Pengadilan Negeri Metro Nomor 191/Pid.Sus/2024/PN.Met., tanggal 5 November 2024, kemudian menjadi pertanyaan, apa yang semestinya dilakukan oleh instansi penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah lainnya atas putusan tersebut?
Maka tentunya sikap dan tindakan profesional berdasarkan tupoksi masing-masing instansi penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah yang menjadi sangat dibutuhkan dalam merespon Putusan Tindak Pidana Pemilihan yang telah diputus tanggal 5 November 2024 tersebut.
Tentunya sangat tepat apa yang telah dilakukan KPU Kota Metro dengan menerbitkan Keputusan Nomor 421 tahun 2024, dalam menindak lanjuti Putusan Pengadilan Negeri Metro Nomor 191/Pid.Sus/2024/PN.Met., tanggal 5 November 2024 dan Surat Bawaslu Kota Metro Nomor 305/PP.00.02/K.LA-15/11/2024 tanggal 10 November 2024.
Karena sebenarnya apa yang dilakukan KPU Kota Metro ini hanyalah “menindaklanjuti” dalam satu bentuk surat Keputusan, sehingga tidak dapat dimaknai KPU Kota Metro yang membatalkan keikutsertaan salah satu pasangan calon peserta Pilwakot Metro.
Justru kegagalan pasangan calon nomor urut 2 dalam Pilwakot Metro lebih disebabkan karena “tindak pidana pemilihan” yang telah dilakukannya sendiri dan terbukti secara sah dan meyakinkan dimuka persidangan.
Sehingga ketika perbuatan pidana pemilihan ini telah terbukti di muka persidangan, maka demi menjaga “suara rakyat” serta legitimasi dalam Pilwakot Metro.
Sudah seharusnya KPUD Kota Metro menindak lanjutinya dalam bentuk Surat Keputusan yang tidak mengikut sertakan paslon yang telah terbukti melakukan tindak pidana pemilihan berdasarkan putusan pengadilan.
Terlebih lagi Bawaslu Kota Metro pun telah menyampaikan surat rekomendasinya kepada KPU Kota Metro untuk menindak lanjuti putusan tersebut. Maka tidak ada satu alasan pun bagi KPU Kota Metro untuk tidak menerbitkan Surat Keputusan yang pada pokoknya membatalkan keikut sertaan Pasangan Calon yang telah dijatuhi pidana pemilihan.
Sebaliknya, jika KPU Kota Metro “TIDAK BERSIKAP” atas keberadaan Putusan Pengadilan Negeri Metro dengan Nomor 191/Pid.Sus/2024/PN.Met., tanggal 5 November 2024 dan Surat Bawaslu Kota Metro Nomor 305/PP.00.02/K.LA-15/11/2024 tanggal 10 November 2024 terhadap status pencalonan Pasangan Walikota dan Wakil Walikota Metro Nomor Urut 2, maka tentunya dapat dimaknai KPU Kota Metro tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana yang telah ditentukan didalam peraturan perundang undangan tentang Pemilihan Kepala Daerah, atau bahkan dapat dianggap melegitimasi “kecurangan” dalam Pemilihan Kepala Daerah di Kota Metro.
*) Advokat Yaskum Indonesia Law Office Ketua Harian DPP QUMINDO Mantan Ketua DPW Partai Rakyat Demokratik (PRD) Lampung