Gokil, Pengeluaran Rp3 Juta per Bulan Dianggap Super Kaya, Warganet: "Jangankan Kaya, Cukup Aja Susah!"
Ilustrasi-Foto: Pinterest-
RADARTVEWS.COM - Data dari situs kendalkemlagi.desa.id yang mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) baru-baru ini memicu kehebohan di platform media sosial X. Klaim bahwa seseorang sudah masuk kategori super kaya jika pengeluarannya melebihi Rp3 juta per kapita per bulan menuai kritik tajam dan perdebatan luas di kalangan warganet. Banyak yang menilai standar ini jauh dari realitas biaya hidup di Indonesia saat ini, khususnya di kota-kota besar.
Apa Itu DTSEN dan Bagaimana Perhitungannya?
DTSEN adalah basis data terpadu yang menggabungkan informasi dari berbagai sumber seperti Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Tujuan utama dari data ini adalah untuk memetakan tingkat kesejahteraan masyarakat secara akurat, mulai dari Desil 1 (termiskin) hingga Desil 10 (terkaya). Data ini menjadi acuan penting bagi pemerintah dalam menyalurkan bantuan sosial agar lebih tepat sasaran, dengan prioritas penerima bantuan adalah Desil 1 hingga Desil 5.
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial Nomor 79/HUK/2025, batas pengeluaran ini digunakan sebagai tolok ukur. Misalnya, seseorang yang masuk kategori super kaya (Desil 10) adalah mereka dengan pengeluaran di atas Rp3 juta per kapita per bulan. Sementara itu, kategori miskin ekstrem (Desil 1) adalah mereka dengan pengeluaran sangat rendah.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas, jika sebuah keluarga terdiri dari lima anggota dan memiliki total pengeluaran bulanan sebesar Rp2,5 juta, maka pengeluaran per kapitanya adalah Rp500 ribu (Rp2.500.000/5=Rp500.000). Dengan angka ini, keluarga tersebut akan masuk dalam kategori Desil 1, yang mengindikasikan kemiskinan ekstrem.
Kesenjangan Data dengan Realitas Biaya Hidup
Meskipun pemerintah telah menetapkan acuan ini berdasarkan data resmi, penjelasan tersebut belum mampu meredam gelombang kritik dari masyarakat. Banyak warganet berpendapat bahwa standar pengeluaran yang mengacu pada data BPS tersebut terlalu rendah dan tidak merepresentasikan biaya hidup riil, terutama di perkotaan.
"Bagaimana bisa pengeluaran Rp3 juta per bulan sudah dibilang super kaya? Di Jakarta, uang segitu cuma cukup buat makan dan transportasi, belum lagi sewa kos atau cicilan," ujar seorang warganet di X. Komentar senada banyak dijumpai, mencerminkan frustrasi masyarakat terhadap disparitas antara data resmi dan kenyataan ekonomi yang mereka hadapi sehari-hari.
Perdebatan ini menyoroti tantangan yang dihadapi pemerintah dalam mengukur dan mengidentifikasi tingkat kesejahteraan masyarakat secara akurat, terutama di tengah laju inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat. Data yang relevan dan akurat adalah kunci untuk kebijakan yang efektif, namun persepsi publik yang berbeda bisa menjadi hambatan dalam penerapannya.
BACA JUGA:Ppatk Temukan Pegawai BUMN, Dokter, Hingga Manager Terindikasi Terima Bansos
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
