Golden Time Segera Berakhir, Basarnas Kebut Evakuasi Korban Ponpes Al Khoziny
Bangunan Ponpes Al Khiziny yang Ambruk--ISTIMEWA
RADARTVNEWS.COM - Tim Basarnas terus berupaya mengevakuasi korban reruntuhan musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Hingga Rabu (1/10), tim mendeteksi 15 titik korban di bawah puing bangunan. Dari jumlah tersebut, delapan orang berstatus hitam atau dipastikan meninggal dunia, sementara tujuh lainnya masih berstatus merah karena masih bisa berkomunikasi.
Kasubdit RPDO Basarnas, Emi Freezer, menjelaskan tim hanya bisa menyalurkan makanan dan minuman melalui celah kecil bagi korban kategori merah. “Kami sampaikan bahwa target dalam proses evakuasi yang sudah teridentifikasi ada 15 titik. Di mana 15 titik, 8 sementara sudah berstatus hitam, lalu 7 masih berstatus merah,” ujarnya di Posko SAR Gabungan.
Ia menegaskan penyelamatan difokuskan pada korban kategori merah dengan memanfaatkan fase golden time, yaitu 72 jam pertama pascakejadian. Karena insiden terjadi Senin (29/9) sore, maka waktu krusial penyelamatan hanya tersisa beberapa jam hingga Kamis (2/10) sore.
BACA JUGA:Bangunan Pondok Pesantren di Sidoarjo Runtuh, Sejumlah Santri Diduga Terjebak
Kendala Evakuasi: Alat Berat Berisiko Robohkan Bangunan
Upaya penyelamatan kian sulit karena tim tidak bisa mengoptimalkan penggunaan alat berat. Menurut Emi, hasil analisis dari tim ahli teknik sipil ITS menunjukkan struktur bangunan sudah gagal total. “Kenapa alat berat tidak bisa kami optimalkan? ternyata memberikan dampak pada sisi reruntuhan yang ada bersambungan dengan gedung yang ada di depan,” jelasnya.
Reruntuhan dibagi menjadi tiga sektor: A1 di bagian depan, A2 di belakang, dan A3 di atas. Sejauh ini, 11 korban berhasil dievakuasi, sedangkan enam titik masih belum bisa dijangkau.
Di sektor A1, masih ada seorang korban yang memberikan respons, namun kondisinya terjepit sehingga tim berusaha membuat terowongan kecil untuk menyelamatkan.
BACA JUGA:Runtuhnya Gedung Ponpes Al Khoziny: Polisi Selidiki Penyebab Kejadian
Kecemasan Wali Santri: Tiga Hari Tanpa Kepastian
Sementara itu, para orang tua santri terus menunggu kabar dengan penuh kecemasan. Arifin, wali santri asal Surabaya, mengaku tak mampu makan maupun minum sejak kejadian karena belum ada informasi soal anaknya, Faumul (15).
“Mengharapkan sekali keajaiban Allah. Karena sudah tiga hari (kami) nggak makan, nggak minum. Saya sendiri seharian gemetar, gemetar karena tidak makan,” ucapnya dengan suara bergetar.
Kekecewaan juga muncul terkait penanganan di lapangan. Sejumlah wali santri menilai evakuasi berlangsung lambat. Mereka bahkan memutuskan membantu secara manual membongkar titik-titik aman untuk mempercepat pencarian. “Makanya mulai turun tangan sendiri, sepakat kami bantu Basarnas dengan cara diteteli (dibongkar manual),” kata Arifin.
Tragedi ini bermula pada Senin (29/9) sore ketika bangunan tiga lantai yang masih dalam tahap pembangunan ambruk saat ratusan santri melaksanakan Salat Ashar. Hingga Selasa (30/9) malam, data SAR Surabaya mencatat 102 santri menjadi korban, dengan tiga di antaranya telah dipastikan meninggal dunia.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
