AS Akan Tolak Pemohon Visa dengan Obesitas, Diabetes, dan Masalah Kesehatan Mental
Presiden USA, Donald Trump--instagram.com/potus
RADARTVNEWS.COM - Pemerintah Amerika Serikat resmi memperketat pedoman penilaian visa dengan memasukkan berbagai kondisi kesehatan kronis sebagai faktor yang dapat menjadi alasan penolakan. Kebijakan ini tercantum dalam dokumen terbaru Departemen Luar Negeri AS yang mulai dibagikan ke seluruh kedutaan dan konsulat pada pekan kedua November 2025. Pedoman tersebut menegaskan bahwa petugas konsuler harus mempertimbangkan risiko medis pemohon sebelum visa diberikan.
Dalam aturan yang kini berlaku, obesitas, diabetes, penyakit jantung, gangguan pernapasan, kanker, serta kondisi neurologis dan mental masuk dalam daftar faktor yang dapat berpengaruh kuat pada keputusan akhir. obesitas bahkan disebut secara langsung sebagai kondisi yang “berpotensi memerlukan perawatan jangka panjang dan biaya tinggi”, mengingat komplikasinya seperti hipertensi, sleep apnea, dan depresi klinis.
Kebijakan tersebut dipayungi oleh kerangka evaluasi “public charge”, yaitu aturan yang menilai apakah seorang pemohon visa nantinya berpotensi menjadi beban bagi negara. Dengan demikian, petugas visa kini diwajibkan melihat apakah pemohon dinilai membutuhkan perawatan intensif atau berkelanjutan yang dapat membebani sistem kesehatan AS. Riwayat pengobatan, prognosis kondisi, hingga stabilitas kesehatan pemohon menjadi bagian dari penilaian.
Selain kondisi medis, aspek finansial pemohon juga menjadi sorotan. Dokumen internal yang tersebar menyebut bahwa pemohon harus mampu menunjukkan bukti yang kuat terkait kemampuan membiayai diri sendiri, termasuk bukti kepemilikan asuransi kesehatan, dana pribadi, hingga dukungan finansial dari pihak sponsor di AS. Pemohon yang tidak mampu membuktikan hal ini disebut berisiko tinggi ditolak.
Meski selama ini uji “public charge” lebih ketat diterapkan pada permohonan visa imigran, pedoman baru menyebut bahwa visa nonimigran pun dapat terdampak. Artinya, pelamar visa pelajar, pekerja sementara, hingga wisatawan kini bisa dievaluasi berdasarkan risiko kesehatan jangka panjang.
BACA JUGA:Donald Trump Larang Ekspor Chip Tercanggih NVIDIA ke China dan Negara Lain
BACA JUGA:Charlie Kirk, Tangan Kanan Israel Sekaligus Anak Emas Amerika Serikat Tewas Ditangan Penembak Jitu
Kebijakan ini memicu kritik dari berbagai kelompok advokasi imigrasi di AS. Mereka menilai aturan tersebut terlalu luas dan memberikan keleluasaan berlebih kepada petugas konsuler yang bukan tenaga medis. Para aktivis memperingatkan adanya potensi salah interpretasi sehingga kondisi yang sebenarnya terkendali tetap dianggap berisiko tinggi.
Sebagian ahli juga menyebut bahwa kebijakan ini berpotensi diskriminatif terhadap warga dari negara dengan prevalensi penyakit kronis yang tinggi. Mereka menyoroti bahwa banyak pemohon mungkin memiliki kondisi stabil namun tidak mampu menyediakan dokumen medis komprehensif sesuai standar AS.
Di sisi lain, pemerintah AS menegaskan bahwa pedoman ini bukan aturan baru sepenuhnya, melainkan penegakan lebih tegas dari ketentuan lama terkait beban publik yang telah diterapkan lebih dari satu abad. Pemerintah menyatakan pentingnya mencegah potensi pembiayaan kesehatan jangka panjang yang terlalu mahal bagi negara.
Hingga kini, Departemen Luar Negeri AS belum merilis statistik resmi mengenai jumlah penolakan visa yang disebabkan pedoman kesehatan ini. Namun, sejumlah analis memperkirakan angka penolakan akan meningkat dalam beberapa bulan ke depan seiring implementasi aturan baru yang lebih ketat.
Dengan diberlakukannya pedoman per November 2025, para pemohon visa disarankan mempersiapkan dokumen kesehatan yang lengkap, termasuk catatan medis terbaru dan rencana pengobatan. Kebijakan baru ini diperkirakan akan mengubah peta proses visa AS secara signifikan, terutama bagi pemohon dengan kondisi medis kronis.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
