Polisi Tetapkan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen sebagai Tersangka Penghasutan Aksi Ricuh
-Linkedin/Delpedro Marhaen-
RADARTVNEWS.COM – Polda Metro Jaya menetapkan Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan aksi demonstrasi yang berujung ricuh di Jakarta. Penangkapan dilakukan setelah aparat menjemput paksa Delpedro di kantor Lokataru pada Senin (1/9/2025) malam. Polisi menuding Delpedro menggunakan akun Instagram untuk mengajak pelajar turun ke jalan dengan kalimat seperti “melawan, jangan takut.” Unggahan tersebut disebut memicu partisipasi besar-besaran pelajar dan anak di bawah umur dalam aksi protes yang meluas ke berbagai daerah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menyebut aksi pada 1 September memicu kerusuhan di depan Gedung DPR/MPR RI dan merembet ke 107 titik di 32 provinsi. Kerusuhan itu mengakibatkan sembilan orang tewas, ratusan lainnya luka-luka, dan lebih dari 2.000 orang ditangkap aparat. “Sejumlah fasilitas umum dirusak, kendaraan dibakar, kantor pemerintahan diserbu, dan terjadi penjarahan di beberapa lokasi,” ujarnya, Selasa (2/9/2025) malam. Polisi menegaskan penetapan tersangka merupakan langkah penegakan hukum terhadap penghasutan berbasis media sosial.
Selain Delpedro, lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dengan peran berbeda. Mereka adalah Mujafar alias MS, SH, KA, Reyhan alias RAP, dan Figha alias FL. Polisi menyebut Mujafar dan Delpedro mengajak massa lewat akun Instagram berinisial LF, sementara SH dan KA menggunakan akun berinisial B. Reyhan dituduh mengunggah tutorial membuat bom molotov di Instagram berinisial R, sedangkan Figha melakukan siaran langsung di TikTok untuk memobilisasi pelajar. Polisi menyebut konten-konten itu memicu eskalasi kericuhan di berbagai daerah.
Para tersangka dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 45A ayat (3) junto Pasal 28 ayat (3) UU ITE, serta Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak. Ade Ary mengatakan penegakan hukum ini untuk mencegah pihak-pihak lain memprovokasi masyarakat. Ia menegaskan penyidik memiliki bukti digital dan laporan lapangan yang memperkuat dugaan peran keenam tersangka. Kepolisian menekankan bahwa tindakan tegas ini bertujuan memulihkan keamanan setelah aksi yang meresahkan publik.
BACA JUGA:Direktur Lokataru Dijemput Paksa Polisi, Lokataru Foundation Tuntut Keadilan
Langkah polisi itu menuai kritik dari Lokataru Foundation yang menilai penangkapan Delpedro sebagai kriminalisasi terhadap lembaga masyarakat sipil. Tim advokasi Lokataru menilai aparat melanggar prosedur karena tidak melakukan pemanggilan atau pemeriksaan awal sebelum membawa Delpedro. Direktur Advokasi Lokataru, Fian Alaydrus, menegaskan tuduhan terhadap Delpedro tidak berdasar dan menunjukkan pola pembungkaman aktivis. Menurutnya, tindakan ini bisa mengancam kebebasan berekspresi dan peran organisasi advokasi di Indonesia.
Founder Lokataru Foundation, Haris Azhar, juga menyayangkan langkah aparat yang menjemput Delpedro secara paksa di luar jam kerja normal. Ia mengatakan proses penangkapan dilakukan tujuh hingga delapan polisi dari Subdit II Keamanan Negara. Haris menilai ada intimidasi dan ketidakjelasan prosedur hukum sejak awal penangkapan. “Delpedro bahkan tidak diberi kesempatan untuk menghubungi keluarga atau kuasa hukum sebelum dibawa ke Polda Metro Jaya,” kata Haris.
Haris menambahkan, aparat juga menggeledah kantor Lokataru Foundation tanpa surat perintah penggeledahan resmi. Menurutnya, polisi masuk ke lantai dua kantor secara tidak sopan, merusak CCTV, dan menyita barang tanpa prosedur jelas. Ia menilai tindakan tersebut melanggar prinsip due process of law dan hak asasi manusia. Haris menegaskan Delpedro meminta pendampingan hukum sejak awal karena belum memahami pasal-pasal yang dituduhkan. Permintaan itu, kata Haris, diabaikan oleh aparat yang membatasi hak komunikasi Delpedro.
Delpedro Marhaen dikenal sebagai aktivis HAM vokal yang membela kebebasan sipil dan kelompok rentan. Ia memimpin Lokataru Foundation yang didirikan Haris Azhar, lembaga advokasi hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Kasus ini memicu perhatian publik luas karena menyangkut kebebasan berekspresi dan perlindungan hukum bagi aktivis. Penangkapan Delpedro dipandang sejumlah pihak sebagai ujian bagi penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.
BACA JUGA:Ribuan Massa Demo Masih Ditahan, Komnas HAM Desak Polda Segera Bebaskan
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
