BANNER HEADER DISWAY HD

Saat Oposisi Jadi Musuh Negara: Apa Kabar Kebebasan Berpendapat?

Saat Oposisi Jadi Musuh Negara: Apa Kabar Kebebasan Berpendapat?

--Freepik

BANDAR LAMPUNG, RADARTVNEWS.COM - Dalam negara demokrasi, perbedaan pandangan politik seharusnya menjadi kekuatan, bukan ancaman. Namun kini, narasi yang muncul justru sebaliknya. Saat oposisi mulai diperlakukan seperti musuh negara, pertanyaan besar muncul bagaimana kabar kebebasan berpendapat di republik ini?

Pernyataan kontroversial datang dari Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan 2015–2016. Dalam nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 9 Juli 2025, ia menyebut bahwa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung pada Oktober 2023 terkait kasus impor gula, bukanlah proses hukum biasa. Menurutnya, sprindik tersebut muncul sebagai bentuk tekanan akibat dukungan politiknya terhadap Anies Baswedan, calon presiden dari pihak oposisi.

 

Sprindik atas kasus impor gula yang terjadi pada 2015–2016 diterbitkan oleh Kejaksaan Agung pada 3 Oktober 2023. Sebulan kemudian, pada 14 November 2023, Tom Lembong secara resmi bergabung dalam Tim Kampanye Nasional pasangan capres-cawapres oposisi. Dua minggu pasca pelantikan presiden terpilih di DPR RI, ia ditangkap dan sempat ditahan. Rangkaian peristiwa ini memunculkan dugaan keterkaitan antara posisi politik dan pemrosesan hukum yang menyusul.

 

Secara teoritis, oposisi adalah bagian integral dari demokrasi. International IDEA dalam The Global State of Democracy Report 2023 menegaskan bahwa peran oposisi adalah mengawasi kekuasaan, memperkuat akuntabilitas, dan memberi alternatif kebijakan. Tanpa oposisi yang kuat dan bebas bersuara, demokrasi cenderung tergelincir ke arah rezim otoriter terselubung.

BACA JUGA:Pentingnya Demonstrasi dalam Demokrasi; Refleksi dari Kericuhan Penolakan UU TNI

Dalam laporan Freedom in the World 2024 menurunkan skor kebebasan sipil Indonesia karena meningkatnya pembungkaman terhadap suara-suara kritis, termasuk tokoh politik, aktivis, dan jurnalis. Opini publik pun terbentuk yaitu saat menjadi oposisi berarti siap berhadapan dengan risiko hukum dan sosial.

 

Kebebasan berpendapat bukan hanya soal konstitusi, tapi praktiknya. The Economist Intelligence Unit (2024) kembali menempatkan Indonesia sebagai "flawed democracy". Penurunan kualitas demokrasi bukan hanya menyempitkan ruang gerak oposisi, tapi juga membatasi akses masyarakat terhadap informasi yang beragam dan berimbang.


Tanpa perbedaan pendapat, publik akan kehilangan perspektif kritis dalam menentukan pilihan politik, dan pemilu pun hanya menjadi formalitas.

BACA JUGA:Melawan Politik Uang: Langkah Menuju Demokrasi yang Lebih Baik

Demokrasi lahir dari perbedaan pendapat yang dijamin dan dihormati. Seperti kata Robert A. Dahl, Pakar demokrasi kontemporer “Keberadaan oposisi dan perbedaan pendapat adalah inti dari demokrasi yang berfungsi. Tanpa hak untuk menyatakan ketidaksetujuan secara terbuka, demokrasi tidak dapat berkembang.” 

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait