Pemerintah melalui menteri keuangan telah
mempertimbangkan usulan terkait kenaikan iuran premi anggota jaminan kesehatan
nasional (JKN), untuk segmen penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah, namun
hal tersebut hingga saat ini belum juga terealisasikan.
sementara itu adanya usulan kenaikan iuran PBI
tersebut adalah untuk mengatasi serta menutup deficit, pasalnya jika hal
tersebut tak dilakukan, maka dipastikan BPJS kesehatan akan kembali mengalami
defisit di 2019 ini. Pasalnya iuran yang ditarik tidak sama dengan iuran yang
dihitung secara aktuaris, oleh dewan jaminan sosial nasional (DJSN). Oleh karena
itu, iuran PBI memang harus ada kenaikan, pasalnya iuran yang ditetapkan saat
ini tidak relevan lagi.
Sementara menanggapi persoalan tersebut, tim
kendali mutu dan kendali biaya (TKMKB) provinsi Lampung menilai, sebenernya
sejak awal terbentuknya BPJS kesehatan pada 2013 lalu, tim djsn sudah
mengusulkan standar iuran untuk anggota JKN kelas 3 maupun peserta PBI adalah
sebesar 36ribu rupiah. Namun pemerintah tidak melaksanakan hal itu, dan
menentukan iuran PBI sebesar 23 ribu sehingga hal tersebut menjadi salah satu
penyebab defisit BPJS kesehatan.
Selain itu menurutnya, BPJS kesehatan juga
haru meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat, sehingga meski
kenaikan iuran tersebut memberatkan masyarakat, namun pelayanan yang didapat
juga seseuai dengan yang dibayarkan.
Menurutnya saat ini pelayanan BPJS kesehatan
belum optimal, lantaran masih terdapat banyak laporan terkait penolakan pasien
oleh rumah sakit masih terjadi antrian panjang, pemberian obat terbatas, maupun
fasilitas dibeberapa rs, dan klinik swasta yang terbatas dan belum memadai.
Sementara itu, usulan kenaikan iuran peserta JKN-KIS
yang telah ditetapkan berdasarkan
peraturan Presiden No.19 dan 28 tahun 2016, yakni peserta PBI sebesar Rp.23.000
dari seharusnya Rp.36.000 perbulan.
Pemerintah melalui menteri keuangan telah
mempertimbangkan usulan terkait kenaikan iuran premi anggota jaminan kesehatan
nasional (JKN), untuk segmen penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah, namun
hal tersebut hingga saat ini belum juga terealisasikan.
sementara itu adanya usulan kenaikan iuran PBI
tersebut adalah untuk mengatasi serta menutup deficit, pasalnya jika hal
tersebut tak dilakukan, maka dipastikan BPJS kesehatan akan kembali mengalami
defisit di 2019 ini. Pasalnya iuran yang ditarik tidak sama dengan iuran yang
dihitung secara aktuaris, oleh dewan jaminan sosial nasional (DJSN). Oleh karena
itu, iuran PBI memang harus ada kenaikan, pasalnya iuran yang ditetapkan saat
ini tidak relevan lagi.
Sementara menanggapi persoalan tersebut, tim
kendali mutu dan kendali biaya (TKMKB) provinsi Lampung menilai, sebenernya
sejak awal terbentuknya BPJS kesehatan pada 2013 lalu, tim djsn sudah
mengusulkan standar iuran untuk anggota JKN kelas 3 maupun peserta PBI adalah
sebesar 36ribu rupiah. Namun pemerintah tidak melaksanakan hal itu, dan
menentukan iuran PBI sebesar 23 ribu sehingga hal tersebut menjadi salah satu
penyebab defisit BPJS kesehatan.
Selain itu menurutnya, BPJS kesehatan juga
haru meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat, sehingga meski
kenaikan iuran tersebut memberatkan masyarakat, namun pelayanan yang didapat
juga seseuai dengan yang dibayarkan.
Menurutnya saat ini pelayanan BPJS kesehatan
belum optimal, lantaran masih terdapat banyak laporan terkait penolakan pasien
oleh rumah sakit masih terjadi antrian panjang, pemberian obat terbatas, maupun
fasilitas dibeberapa rs, dan klinik swasta yang terbatas dan belum memadai.
Sementara itu, usulan kenaikan iuran peserta JKN-KIS
yang telah ditetapkan berdasarkan
peraturan Presiden No.19 dan 28 tahun 2016, yakni peserta PBI sebesar Rp.23.000
dari seharusnya Rp.36.000 perbulan.
sementara peserta bukan penerima upah (PBPU)
kelas I sebesar Rp.80.000 kelas 2 Rp.51.000, dari seharusnya Rp.63.000, selanjutnya
peserta kelas 3 sebesar Rp.25.500, dari semestinya Rp.53.000. Sementara itu, sedangkan
untuk pekerja penerima upah (PPU), sebesar 5% apabila pendapatannya sesuai ketentuan
di atas 8 juta rupiah. (Kuh/Ri)
sementara peserta bukan penerima upah (PBPU) kelas I sebesar Rp.80.000 kelas 2 Rp.51.000, dari seharusnya Rp.63.000, selanjutnya peserta kelas 3 sebesar Rp.25.500, dari semestinya Rp.53.000. Sementara itu, sedangkan untuk pekerja penerima upah (PPU), sebesar 5% apabila pendapatannya sesuai ketentuan di atas 8 juta rupiah. (Kuh/Ri)
Tags :
Kategori :