Mengurai Luka Kehilangan Lewat "Rumpang" Karya Nadin Amizah
--istimewa
RADARTVNEWS.COM - Nadin Amizah dikenal sebagai penyanyi yang lihai meramu kata menjadi perasaan. Salah satu karyanya yang paling menyayat adalah “Rumpang”, lagu yang sejak dirilis telah menjadi pengantar duka bagi banyak orang yang pernah kehilangan. Namun, yang membuat lagu ini istimewa adalah cara Nadin menghadirkan kehilangan bukan sekadar sebagai perpisahan, melainkan sebagai sesuatu yang terus hidup di dalam diri.
Sejak bait pertama, kita sudah diajak masuk ke dalam ruang sunyi penuh luka, “Pagi tadi aku masih menangis, ada rasa yang tak kunjung mati.” Kalimat ini menggambarkan betapa waktu tidak selalu bisa menyembuhkan. Ada luka yang tetap tinggal, meski hari berganti, meski kita berusaha menghapus air mata. Lagu ini seolah ingin mengatakan bahwa kehilangan tidak pernah benar-benar selesai, ia hanya berubah rupa, menjadi bagian dari kita.
Nadin juga menghadirkan metafora alam yang begitu puitis, “Matahari dan bulan saksinya, ada rasa yang tak mau hilang.” Di sini, rasa kehilangan dipotret sebagai sesuatu yang kekal, disaksikan oleh alam semesta. Tidak ada satu pun yang bisa menyangkal betapa besar pengaruh seseorang dalam hidup kita, bahkan setelah ia pergi.
BACA JUGA:Gerbong Mutasi Pertama Pemkab Lamtim: 3 Pendatang Duduki Kursi Empuk, 2 Adik Dawam Tergeser
Yang membuat lagu ini semakin dalam adalah pengakuan jujur tentang ketidakmampuan, “Banyak yang tak ku ahli, begitu pula menyambutmu pergi.” Inilah inti dari “Rumpang" pengakuan bahwa kehilangan bukan sesuatu yang bisa dikuasai atau dikelola dengan mudah. Tak semua orang ahli dalam menghadapi perpisahan, dan lagu ini memberi ruang untuk mengakui bahwa wajar bila kita rapuh, bila kita belum bisa ikhlas.
Lirik seperti “Katanya mimpiku ‘kan terwujud, mereka lupa tentang mimpi buruk” juga bisa ditafsirkan sebagai bentuk ironi. Orang sering memberi harapan bahwa semua akan baik-baik saja, padahal kenyataan tidak selalu seindah itu. Ada mimpi buruk yang harus dijalani, kehilangan orang tercinta, kehilangan arah, atau kehilangan masa depan yang pernah dibayangkan bersama.
Menariknya, lagu ini tidak hanya berbicara tentang satu bentuk kehilangan. Ia bisa menjadi cermin berbagai pengalaman, kehilangan orang tua, pasangan, sahabat, bahkan kehilangan diri sendiri dalam perjalanan hidup. Dari perspektif mana pun, “Rumpang” tetap terasa relevan, karena kehilangan adalah pengalaman universal yang dialami setiap manusia.
Bagian paling menohok adalah pengulangan lirik “Banyak yang tak ku ahli, begitu pula menyambutmu tak kembali.” Ada kesadaran pahit bahwa perpisahan yang terjadi bersifat permanen. Bukan sekadar jarak, bukan sekadar sementara, tapi sebuah kehilangan yang tidak bisa diperbaiki. Di situlah letak kekuatan lagu ini, ia tidak memberi janji palsu bahwa segalanya akan pulih, melainkan mengajak kita berdamai dengan kenyataan bahwa ada lubang dalam diri yang akan selalu ada.
“Rumpang” akhirnya bukan sekadar lagu, melainkan doa sunyi bagi mereka yang sedang belajar menerima kehilangan. Nadin Amizah menyalurkan kesedihan menjadi karya yang indah, sehingga pendengarnya merasa tidak sendirian. Lagu ini mengingatkan bahwa meskipun kehilangan membuat kita rapuh, kita tetap bisa melanjutkan hidup dengan membawa kenangan di dalam hati.
Dengan balutan lirik puitis dan suara lembut Nadin yang penuh emosi, “Rumpang” berdiri sebagai salah satu lagu kehilangan paling jujur. Ia bukan sekadar tentang rasa sakit, tapi juga tentang keberanian untuk mengakui bahwa tidak semua luka bisa hilang. Ada yang akan tetap tinggal, selamanya, dan itu tidak apa-apa.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
